Jumat, 07 Januari 2011

SISTEM KARDIOVASKULER


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sistem kardiovaskuler merupakan salah satu sistem utama yang ada pada organisme. Sistem kardiovaskuler berfungsi untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas cairan yang ada di dalam tubuh agar tetap homeostatis.
Organ-organ penyusun sistem kardiovaskuler terdiri atas jantung sebagai alat pompa utama, pembuluh darah, serta darah. Sistem kardiovaskuler yang sehat ditandai dengan proses sirkulasi yang normal, apabila sirkulasi terhambat akibat keabnormalan dari organ-organ penyusun sistem kardiovaskuler ini maka akan dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan bisa mematikan.
Pada saat ini, gangguan pada sistem kardiovaskuler merupakan penyebab kematian paling tinggi. Pada awalnya gangguan pada sistem kardiovaskuler sering tidak terdeteksi dan gangguan tersebut baru bisa terdeteksi pada saat penyakit sudah dalam keadaan akut.
Untuk mengetahui dan mendeteksi tanda-tanda lebih dini bila terdapat kelainan pada sistem kardiovaskuler sebelum menimbulkan penyakit yang dapat berakibat fatal, ada baiknya mengetahui bagaimana kerja dari sistem kardiovaskuler tersebut, sehingga dengan mengetahuinya diharapkan mampu untuk mencegah berbagai penyakit yang berhubungan dengan sistem kardiovaskuler ini bila terjadi keabnormalan.

1.2  Masalah
1.      Apa saja struktur dan fungsi kardiovaskuler ?
2.      Bagaimana Pengkajian system kardiovaskuler ?
3.      Bagaimana pemeriksaan fisik kardiovaskuler ?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui struktur dan fungsi kardiovaskuler.
2.      Untuk mengetahui pengkajian dalam sistem kardiovaskuler.
3.      Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada sistem kardiovaskuler.

1.4  Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini , penulis menggunakan metode :
Membaca literatur yang menyangkut Permasalahan pada klien system kardiovaskular.
BAB II
KONSEP DASAR
2.1ANATOMI
Sistem Kardiovaskuler merupakan suatu sistem transpor tertutup yang terdiri atas (a).Jantung sebagai organ pemompa.(b).Komponen darah, sebagai pembawa materi oksigen dan nutrisi.(c).Pembuluh Darah, sebagai media yang mengalirkan komponen darah.
Ketiga komponen tersebut harus berfungsi dengan baik agar seluruh jaringan dan organ tubuh menerima suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat. Otot jantung, pembuluh darah, sistem konduksi, suplai darah dan mekanisme saraf jantung harus bekerja secara sempurna agar sistem kardiovaskuler dapat berfungsi dengan baik. Semua komponen tersebut bekerja bersama-sama dan mempengaruhi denyutan, tekanan dan volume pompa darah untuk menyuplai aliran darah keseluruh jaringan sesuai kebutuhan yang diperlukan oleh tubuh.
Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada ( toraks ), diantara kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut Perikardium, yang terdiri atas 2 lapisan :
v  Perikardium Parietalis, yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru.
v  Perikardium Viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri, yang juga disebut Epikardium.
Diantara kedua lapisan selaput tersebut, terdapat sedikit cairan pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat memompa. Cairan ini disebut Cairan Perikardium.
Perikardium parietalis melekat kedepan pada sternum, ke belakang pada kolumna vertebralis, dan kebawah pada diafragma. Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil ditempatnya. Perikardiuum viseralis melekat secara langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-organ sekitarnya ke jantung.

2.1.1        Struktur Jantung
                        Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1.      Lapisan luar disebut Epikardium atau Perikardium Viseralis.
2.      Lapisan tengah merupakan lapisan berotot, disebut Miokardium.
3.      Lapisan dalam disebut Endokardium.
Ruang-ruang jantung terdiri dari 4 ruang yaitu 2 ruang yang berdinding tipis disebut atrium ( serambi ), dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (bilik ).
1.      Atrium
v  Atrium kanan berfungsi sebagai penampungan (reservoir) darah yang rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui vena kava superior, vena kava inferior, serta sinus koronarius yang berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel kanan dan selanjutnya ke paru.
v  Atrium Kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir ke ventrikel kiri, dan selanjutnyya keseluruh tubuh melalui aorta. Kedua atrium tersebut dipisahkan oleh sekat, yang disebut Septum Atrium.
2.      Ventrikel
Permukaan dalam ventrikel memperlihatkan alur-alur otot yang disebut Trabekula. Beberapa alur tampak menonjol, yang disebut Muskulus Papilaris. Ujung muskulus papilaris dihubungkan dengan tepi daun katup atrioventrikuler oleh serat-seratt yang disebut Korda Tendinae.
v  Ventrikel Kanan : menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis.
v  Ventrikel Kiri : menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta.
Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat yang disebut Septum Ventrikel.
2.1.2         Katup Jantung
1.      Katup Atrioventrikularis
Daun-daun katup atrioventrikularis halus tetapi tahan lama. Katup Trikuspidalis  yang terletak antara atrium dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah daun katup. Katup mitralis yang memisahkan atrium dan ventrikel kiri, merupakan katup bikuspidalis dengan dua buah daun katup.
Daun katup dari kedua katup itu tertambat melalui berkas-berkas tipis jaringan fibrosa yang disebut korda tendinae. Korda Tendinae akan meluas menjadi otot papilaris, yaitu tonjolan otot pada dinding ventrikel pada (Gbr.28-5). Korda tendinae menyokong katup pada waktu kontraksi ventrikel untuk mencegah membaliknya daun katup kedalam atrium. Apabila korda tendinae atau otot papilaris mengalami gangguan (ruptur atau iskemia), darah akan mengalir kembali ke dalam atrium jantung sewaktu ventrikel berkontraksi.
2.      Katup Semilunaris
Kedua katup semilunaris sama bentuknya: katup ini terdiri dari tiga daun katup simetris menyerupai corong yang tertambat kuat pada anulus fibrosus. Katup aorta  terletak antara ventrikel kiri dan aorta, sedangkan katup pulmonalis  terletak antara ventrikel kanan dan arteria pulmonalis. Katup semilunaris mencegah aliran kembali darah dari aorta atau arteria pulmonalis kedalam ventrikel, sewaktu ventrikel dalam keadaan istirahat.
Tepat diatas daun katup aorta, terdapat kantung menonjol dari dinding aorta dan arteria pulmonalis yang disebut  sinus Valsalva (Gbr.28-6). Muara arteria koronaria terletak didalam kantung-kantung tersebut. Sinus-sinus ini melindungi muara koronaria tersebut dari penyumbatan oleh daun katup, pada waktu katup aorta terbuka.


2.1.3         Sistem Konduksi
Didalam otot jantung terdpat jaringan khusus yang menghantarkan aliran listrik. Jaringan tersebut mempunyai sifat-sifat yang khusus, yaitu :
1. Otomatisasi : Kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.
2. Ritmisasi : Pembangkitan impuls yang teratur.
3. Konduktivitas : kemampua menghantarkan impuls.
4. Daya Rangsang : kemampuan berespon terhadap stimulasi.
            Jantung memiliki sifat-sifat ini sehingga mampu menghasilka impuls secara spontan dan ritmis yang disalurkan melalui sistem konduksi untuk merangsang miokardium dan menstimulasi kontraksi otot.
            Impuls jantung biasanya berasal dari nodus sinoatrialis (SA) (Gbr. 28-7). Nodus SA ini disebut sebagai “ Pemacu Alami ” jantung. Nodus SA terletak didinding posterior atrium kanan dekat muara vena kava superior.
Impils jantung kemudian menyebar dari nodus SA menuju jalur konduksi khusus atrium dan ke otot atrium. Suatu jalur antar-atrium (yaitu berkas Bachmann) mempermudah penyebaran impuls dari atrium kanan ke atrium kiri. Jalur internodal – jalur anterior, tengah, dan posterior – menghubungkan nodus SA dengan nodus atrioventrikularis.
            Impuls listrik kemudian mencapai nodus atrioventrikularis (AV), yang terletak disebelahkanan Interatrial dalam atrium kanan dekat muara sinus koroaria ( lihat Gbr. 28-7). Nodus AV merupakan jalur normal tranmisi impuls antara atrium dan ventrikel.
            Penghantaran impuls terjadi relatif lambat melewati nodus AV karena tipisnya serat didaerah ini dan konsentrasi taut selisih yag rendah. Taut selisih merupakan mekanisme komunikasi antar sel yang mempermudah konduksi impuls. Hasilnya adalah hambatan konduksi impuls selama 0,9 detik melalui nodus AV. Hambatan hantaran melalui nodus AV menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrium sebelum kontraksi ventrikel, sehingga pengisian ventrikel menjadi optimal. Hilangnya sinkronisasi ini yang disertai dengan aritmia jantung ( misal, fibrilasi atrium atau blok jantung ) dapat mengurangi curah jantung sebesar 25 hingga 30%. Hambatan AV juga melindungi ventrikel dari banyaknya impuls atrial abnormal. Normalnya tidak lebih dari 180 impuls permenit yang dapat mencapai ventrikel. Hal ini penting sekali pada kelainan irama jantung tertentu seperti fibrilasi atrium, yaitu ketika denyutan atrium dapat mencapai 400 denyut permenit. Ringkasnya, nodus AV memiliki 2 fungsi penting yaitu pengoptimalan waktu pengisian ventrikel dan pembatasan jumlah impuls yang dapat dihantarkan ke ventrikel.
            Berkas His menyebar dari nodus AV, yang memasuki selubung fibrosa yang memisahkan atrium dari ventrikel ( lihat Gbr. 28-7 ) normalnya nodus AV berkas His adalah  satu-satunya rute penyebaran impuls dari atrium ke ventrikel dan biasanya hanya dalam arah anterior yaitu dari atrium ke ventrikel. Berkas His berjalan ke bawah di sisi kanan septum interventrikularis sekitar 1 cm da kemudian bercabang menjadi Serabut Berka Kanan dan Kiri. Serabut berkas kiri berjalan secara ventrikel melalui septum interventrikularis dan kemudian bercabang menjadi bagian anterior dan bagian posterior yang lebih tebal. Berkas serabut kanan dan kiri kemudian menjadi Serabut Purkinje.
            Hantaran impuls melalui Serabut Purkinje berjalan cepat sekali. Serabut ini berdiameter relatif besar dan memberikan sedikit resistensi terhadap penyebaran hantaran. Serabut purkinje mengandung taut selisih  dalam konsentrasi besar yang disesuaikan secara maksima, sehingga menyebabkan hantaran impuls yang cepat. Waktu hantaran melalui sistem purkinje 150 kali lebih cepat dibandingkan dengan hantaran melalui nodus AV. Penyebaran hantaran melalui serabut purkinje dimulai dari permukaan endokardium jantung sebelum berjalan ke sepertiga jalur melalui miokardium. Pada miokardium ini, impuuls dihantarkan keserabut otot ventrikel. Impuls kemudian berlanjut menyebar dengan cepat ke epikardium. Struktur ini menyebabkan aktivasi segera dan kontraksi ventrikel yang terjadi hampir bersamaan.
            Dengan demikian urutan normal rangsangan melalui sistem konduksi adalah nodus SA, jalur-jalur atrium, nodus AV, Berkas His, cabang-cabang, berkas, dan serabut purkinje ( Gbr. 28-7 ). Telah diketahui beberapa anomali hubungan anatomi yan memintas sistem konduksi. Hubungkan atau “jalur pintas” ini dapat menimbulkan eksitasi prematur pada ventrikel, karena tidak melewati hambatan intrinsik seperti pada jalur konduksi normal. Sindroma Wolf- Parkinson-White (WPW) merupakan contoh sindrom praeksitasi yang dihasilkan oleh hantaran impuls lewat jalur pintas ynag langsung menghubungkan atrium dan ventrikel, dan tidak melewati nodus AV.
            Eksitasi biasanya dimulai dari nodus SA karena nodus ini memiliki kecepatan pembangkitan impuls yang terbesar, sekitar 60-100 denyutan permenit. Tetapi pada saat nodus SA tidak dapat menghasilkan impuls dalam kecepatan memadai, maka bagian-bagian lain dapat mengambil alih perannya sebagai pemacu. Nnodus AV sanggup menghasilkan impuls dengan kecepatan sekitar 40-60 denyut permenit, sedangkan daerah ventrikel dalam sistem purkinje dapat menghasilkan impuls dengan kecepatan sekitar 15-40 denyut per menit. Pemacu-pemacu cadangan atau “ Pelarian “ ini mempunyai fungsi yang penting untuk mencegah jantung berhenti berdenyut ( asistolik ) bila pemacu alaminya gagal bekerja akibat penyakit atau gagal akibat efek merugikan dari pengobatan.
2.1.4         Sirkulasi Sistemik
Sirkulasi sistemik menyuplai darah ke semua jaringan tubuh dengan pengeculian pada paru. Sebanyak 84% volume darah total terdapat dalam sirkulasi sistemik. Sebanyak 16% volume darah yang tersisa terdapat dalam jantung dan paru. Sirkulasi sistemik dapat dibagi menjadi 5 kategori berdasarkan anatomi dan fungsinya :
a)      Arteria
Dinding aorta dan arteria besar mengandung banyak jaringan elastis dan sebagian otot polos. Ventrikel kiri memompa darah masuk ke dalam aorta dengan tekanan tinggi. Dorongan darah secara menddak ini meregang dinding arteria yang elastis tersebut : pada saat ventrikel beristirahat maka dinding yang elastis tersebut kembalo pada keadaan semula dan memompa darah kedepan, keseluruh sistem sirkulasi.
Didaerah perifer, cabang-cabang sistem arteria berproliferasi dan terbagi lagi menjadi pembuluh darah kecil. Jaringan arterial ini terisi sekitar 15 % volume total darah. Oleh karena itu sistem arteria ini dianggap merupakan sirkuit bervolume rendah tetapi bertekanan tinggi. Cabang-cabang arterial disebut Sirkuit Resistensi karena memilki sifat khas volume tekanan ini.
b)      Arteriola
Dinding pembuluh darah arteriola terutama terdiri dari otot polos dengan sedikit serabut elastis. Dinding otot arteriola ini sangat peka dan dapt berdilatasi atau berkontraksi. Bila berkontraksi, arteriola merupakan tempat resistensi utama aliran darah dalam cabang arterial. Saat berdilatasi penuh, arteriola hampir tidak memberikan resistensi terhadap aliran darah. Pada persambungan antara arteriola dan kapiler terdapat Sfingter Prakapiler yang berada dibawah pengaturan fisiologis yang cukup rumit.
c)      Kapiler
Pembuluuh kapiler memiliki dinding tipis yang terdiri dari satu lapis sel endotel. Nutrisi dan metabolit berdifusi dari daerah berkonsentrasi tinggi menuju daerah berkonsentrasi rendah melalui membran yang tipis dan semipermeabel
d)     Venula
Venula berfungsi sebagai saluran pengumpul dan terdiri dari sel-sel endotel dan jaringan fibrosa.
e)      Vena
Vena adalah saluran yang berdinding relatif tipis dan berfungsi menyalurkan darah dari jaringan kapiler melalui sistem vena, masuk ke atrium kanan. Aliran vena ke jantung hanya searah karena katup-katupnya terletak strategis didalam vena. Vena merupakan pembuluh pada sirkulasi sistemik yang paling dapat meregang; pembuluh ini dapat menampung darah dalam jumlah banyak dengan tekanan yang relatif rendah. Sifat aliran vena yang bertekanan rendah bervolume tinggi ini menyebabkan sistem vena ini disebut sistem kapasitas.
Sekitar 64% volume darah total terdapat dalam sistem vena. Kapasitas jaringan vena dapat berubah. Venokontriksi dapat menurunkan kapasitas jaringan vena, memaksa darah bergerak maju menuju jantung seperlunya. Pergerakan darah menuju jantung juga dipengaruhi oleh kompresi vena oleh otot rangka dan perubahan tekanan rongga dada dan perut selama pernapasan. Sistem vena berakhir pada vena kava inferior dan superior. Dari situ, semua aliran darah vena mengalir kedalam atrium. Tekanan dalam atrium kanan lazim disebut sebagai tekanan vena sentralis ( central venous pressure, CVP ) atau tekanan atrium kanan ( right atrial pressure, RAP ).

2.1.5         Sirkulasi Koroner
Efisiensi jantung sebagai pompa bergantung pada nutrisi dan oksigenasi otot jantung melalui sirkulasi koroner. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan epikardium jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Untuk dapat mengetahui akibat penyakit jantung koroner, maka kita harus mengenal terlebih dahuludistribusi arteria koronaria ke otot jantung dan sistem konduksi. Pengetahuan komponen dinding arteri juga harus diketahui untuk dapat memahami proses dan pengobatan aterosklerosis.
Distribusi arteria koronaria
Arteria koronaria adalah percabangan pertama sirkulasi sistemik. Muara arteria koronaria ini terdapat dibalik daun katup aorta kanan dan kiri didalam sinus valsava ( lihat Gb.28-6 ). Sirkulasi koroner terdiri dari arteria koronaria kanan dan kiri. Arteria koronaria kiri ( left main ), mempunyai dua cabang besar yaitu arteria desendens anterior kiri dan arteria sirkumfleksa kiri ( Gbr.28-9).
Arteria desendens anterior kiri mendarahi dinding anterior ventrikel kiri sedangkan arteria sirkumfleksa kiri mendarahi dinding lateral ventrikel kiri. Arteria koronaria kanan mendarahi ventrikel dan atrium kanan. Pada 85% populasi, arteria koronaria kanan mempercabangkan cabang arteria desendens posterior dan ventrikular kanan posterior. Pembuluh darah ini mendarahi dinding posterior dan inverior ventrikel kiri, secara berurutan. Sistem ini disebut sistem dominan kanan. Dari 15 populasi sisa separuhnya memiliki sistem dominan kiri atau dominan kanan. Pada orang yang memiliki sistem dominan kiri arterisirkumfleksa kiri mempercabangkan arteria desendens posterior dan ventrikuler kiri posterior. Setiap pembuluh darah koroner besar memiliki cabang epikardium intramiokardium yang khas. Arteria desendens anterior kiri mempercabangkan cabang-cabang septal yang mendarahi 2/3 anterior septum dan cabang diagonal yang berjalan diatas permukaan anterolateral ventrikel kiri. Cabang marginal arteria sirkumfleksa kiri mendarahi permukaan lateral ventrikel kiri.
Daerah sistem hantaran juga disuplai oleh arteria koronaria yang berbeda. Pada sekitar 60% populasi, nodus SA disuplai oleh arteria koronaria kanan pada sekitar 40% populasi, arteria sirkum fleksa mendarahi nodus SA. Nodus AV disuplai oleh arteria koronaria kanan pada 90% populasi dan oleh arteria sirkumfleksa kiri pada sekitar 10 % populasi. Berkas cabang kanan dan bagian posterior berkas cabang kiri disuplai oleh dua arteria desendens anterior kiri dan anteria koronaria kanan. Bagian arterior berkas cabang kiri menerima nutrisi dari cabang septu arteria desendens anterior kiri. Pengetahuan mengenai suplai darah dan darah-darah tertentu pada miokardium dan sistem hantaran bermanfaat secara klinis sebagai antisipasi dan identifikasi dini akan adanya komplikasi klinis, misalnya penderita yang mengalami gangguan iskemik disedapan inferior dan posterior pada EKG 12 sadapan akan dicurigai mengalami sumbatan arteria koronaria kanan. Hantaran pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan EKG sisi kanan diperlukan untuk menilai adanya kegagalan ventrikel kanan. Gangguan hubungan AV juga dapat diantisipasi. Penderita yang mengalami penyumbatan  anteria desendens anterior kiri kemungkinan mengalami fungsi pemompaan ventrikel kiri karena arteria desendens anterior kiri mendarahi dinding anterior ventrikel kiri. Penyempitan anteria koronaria utama kiri lalu menimbulkan kecemasan, namun memiliki makna klinis sebagai orang yang memiliki sistem dominan kiri karna mengancam seluruh ventrikel kiri.

Sirkulasi Kolateral
Terdapat anastomosis antara cabang arteria yang sangat kecil dalam sirkulasi koronaria. Walaupun saluran antara koroner tidak berfungsi dalam sirkulasi normal, tetapi menjadi sangat penting sebagai rute alternatif atau sirkulasi kolateral untuk mendukung miokardium melalui aliran darah. Setelah terjadi oklusi mendadak, : kolateral ‘’ ini akan berfungsi dalam beberapa hari atau lebih dari itu. Pada penyempitan pembuluh darah secara bertahap ( seperti pada arterosklerosis akan terbentuk pembuuluh darah fungsional besar secara terus menerus diantara pembuluh darah yang mengalami penyumbatan dan yang tidak. Pembuluh darah kolateral ini sering berperan penting dalam mempertahankan fungsi miokardium saat terdapat oklusi pembuluh darah.

Komponen Dinding Arteri Koroner
Dinding arteri terdiri dari tiga lapisan : intima, media, dan adventitia. ( Gbr.28-10). Semua tipe arteri memiliki tiga lapisan ini dengan komponen yang serupa tetapiproporsi setiap komponennya bervariasi menurut fungsi arteri tertentu.
Intima
Intima adalah bagian terdalam dinding arteri yang mengalami kontak langsung dengan suplai darah. Intima terdiri atas lapisan sel endotel. Sel endotel dulu dianggap sebagai inert yang memungkinkan pergerakan zat dalam dan keluar dinding sel arteri. Pengertian terbaru adalah bahwa sel endotel agak dinamis dan memiliki berbagai fungsi seperti pembahasan dalam bagian arterosklerosis, fungsi sel endotel juga berubah bila terjadi cedera endotel.
Gbr.28-10    Dinding Arteria. Dinding pembuluh darah arteria normal terdiri atas 3 lapisan : intima, media, dan adventitia. Intima, dibatasi oleh selapis sel endotel, merupakan warna tromboresisten bagi pembuluh darah dan juga sebagai sumber zat vasoaktif. Media,  terdiri atas sel-sel otot polos yang mengendalikan tonus vasomotor dengan cara berkontraksi atau berdilatasi sebagai respon terhadap zat vasoaktif. Adventitia,  terdiri atas jaringan ikat yang memberikan kekuatan utama bagi pembuluh darah ( mengandung pembuluh darah dan serabut saraf ).


Salah satu fungsi utama endotel adalah sebagai sawar antara aliran darah dan dinding pembuluh darah bagian dalam. Taut yang erat dan taut yang selisih yang mengendalikan secara selektif pergerakan zat kedalam dan keluar dinding pembuluh darah, menghubungkan sel-sel endotel. Zat-zat juga dapat meningkatkan hubungan kedaerah subintima melalui proses endositosis atau, jika larut – lemak melalui membran lipid.
Endotel juga memberikan permukaan nontrombotik, sebagai mencegah oklusi pembuluh darah. Endootel melakukan fungsi ini dengan menyekresi dua zat : prostasiklin (  ), dan nitrogen oksida ( NO ). , menghambat agregasi trombosit, sedangkan NO menghambat adhesi maupun agregasi trombosit. Selain itu, sel endotel bermuatan negatif sehingga secara alami menolak partikel-partikel yang bermuatan sama. Heparin sulfat melapisi permukaan endotel sehingga mengahambat terbentuknya bekuan darah. Sel-sel endotel juga mengekresi zat vasoaktif yang mempengaruhi vasodilatasi dan vasokontriksi.  dan NO mencegah pembentukan bekuan darah dan juga merupakan vesodilator kuat (NO merupakan vasodilator terkuat hingga ditemukan dalam waktu lama). Sel-sel endotel juga mengekresi vasokonstriktor yang paling kuat : endotelin 1. Zat-zat lain yang disekresi oleh sel-sel endotel adalah vasokonstriktor, tromboksan , prostaklandin  , dan angiotensis -2, faktor pertumbuhan yang berasal dari trombosit (platelet derived growth factor, PDDF).
Sel-sel endotel mampu bergenerasi setelah cedera. Namun demikian, hanya sel endotel ditepi cedera yang mampu berpartisipasi dalam proses regenerasi. Gambaran ini terjadi pada daerah cabang arterial yang mengalami cedera berulang dan dibahas dalam bagian arterosklerosis. Sel-sel endotel yang terletak pada membran basalis berdifusi dengan berbagai protein dan berbagai sel-sel otot polos, daerah ini dikenal sebagai lamina elastica interna dan membentuk ikatan sebelah luar lapisan media. Lapisan media terletak dibagian tengah dinding arteria yang terdiri atas jaringan sel otot polos. Setiap sel otot polos dikelilingi oleh membran basalis yang tidak continue, serupa dengan yang terdapat sel endotel. Sel-sel otot polos memberikan integritas strutur pembuluh darah ; sel ini juga bertanggung jawab untuk mempertahankab tonus dinding arteri melaui kontraksi yang lambat dan continue. Sel-sel otot polos berespon terhadap berbagai zat vasoaktif dengan berdilatasi maupun berkontraksi, yang menyebabkan vasodilatasi maupun vasokonstriksi. Saat ini telah ditemukan sel-sel reseptor untuk berbagai zat ( lipoprotein berdensitas rendah ( LDL ) , insulin, stimulator pertumbuhan, dan inhibitor pertumbuhan ), sehingga pemahan terbaru menyatakan bahwa sel-sel otot polos mungkin turut terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Sel-sel otot polos juga dapat berperan penting dalam arteroskelorosis karna fungsi dan letaknya yang terdapat dalam perubahan dinding arteria.

Adventitia
Lapisan adventitia terletak dibagian luar dinding arteria, yang memberikan kekuatan utama kepada pembuluh darah dn terdiri atas berkas fibrikologen, dan beberapa sel-sel otot polos. Lapisan adventitia juga mengandung serabut saraf dan pembulu-pembuluh darah.

Vena Jantung
Tiga pembagian sistem vena jantung meliputi sinus koronarius, vena koronaria anterior, dan vena thebesia. Sinus koronarius dan cabang-cabangnya merupakan sistem vena terbesar dan terpenting, yang berfungsi mengalirkan sebagian besar darah vena melalui ostium sinus koronarius dan kedalam atrium kanan. Vena-vena jantung anterior mengalirkan sebagian besar darah vena ventrikel kanan secara langsung kedalam atrium kanan. Vena thebesia mengalirkan sebagian kecil darah vena dari semua daerah miokardium secara langsung kedalam bilik jantung.  

2.1.6         Sirkulasi Limpatik
Jaringan kapiler getah bening dalam ruang intertisial mengumpulkan cairan berlebihan dan protein yang disaring (filtrasi) melalui kapiler sistemik. Filtrat kapiler ini kemudian dikembalikan kesirkulasi sistemik melalui pembuluh-pembuluh pengumpul yang terletak dekat dengan vena yang bersangkutan. Getah bening dialirkan ke atas melalui katup satu arah dari gabungan dua pengaruh dinamis : (1) daya tekan eksternal oleh otot-otot dan denyut arteria, serta (2) peristaltik intrinsik. Cairan getah bening terkumpul dalam duktus toraksikus dan duktis limfatikus kanan dan kemudian mengosongkan sistem aliran vena melalui vena subklavia dan jugularis interna.
2.1.7         Sirkulasi Paru
Pembuluh darah paru mempunyai dinding yang lebih tipis dengan sedikit otot polos dibandingkan dengan pembuluh darah sistemik. Oleh karena itu, sirkulasi paru lebih mudah terenggang dan resistensinya terhadap aliran darah lebih kecil. Besarnya tekanan dalam sirkulasi paru kira-kira seperlima tekanan dalam sirkulasi sistemik. Dinding pembuluh darah paru jauh lebih kecil reaksinya terhadap pengaruh otonom dan humoral, namun perubahan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah dan alveoli mampu mengubah aliran darah yang melalui pembuluh paru. Perbedaan-perbedaan ini menyebabkan sirkulasi paru benar-benar tepat memenuhi fungsi fisiologisnya yaitu untuk mengambil oksigen dan melepaskan karbondioksida.


2.1.8         Persyarafan Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler banyak dipersyarafi oleh serabut-serabut sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu sistem parasimpatis dan simpatis dengan efek yang saling berlawanan,dan bekerja bertolak belakang untuk mempengaruhi perubahan pada denyut jantung. Contohnya, stimulasi sistem simpatis biasanya disertai oleh hambatan sistem parasimpatis. Sebaliknya stimulasi parasimpatis dan hambatan simpatis merupakan dua kejadian yang terjadi serentak. Kerja yang bertolak belakang ini mempertinggi ketelitian pengaturan saraf oleh sistem saraf otonom.
Pengaturan sistem saraf otonom terhadap sistem kardiovaskuler membutuhkan komponen-komponen sebagai berikut : (1) Sensor, (2) Jalur Aferen, (3)Pusat Integrasi, (4)Jalur Eferen, dan (5)Reseptor.
Dua buah kelompok sensor yang utama adalah Baroreseptor dan Kemoreseptor. Baroreseptor ( Presoreseptor), terletak dilengkung aorta dan sinus karotikus. Reseptor ini peka sekali terhadap peregangan atau perubahan dinding pembuluh darah akibat perubahan tekanan arteria. Stimulasi reseptor melalui meningkatnya teknan arteria memberikan aba-aba pada pusat pengaturan kardiovaskuler untuk menghambat aktivitas jantung; sebaliknya, menurunnya tekanan arteria memulai refleks kegiatan jantung. Kemoresptor ( yang terletak dalam badan karotis dan badan aorta ) terangsang melalui penurunan kadar oksigen dalam arteria, peningkatan tekanan karbondioksida, dan peningkatan kadar ion hidrogen (penurunan pH darah). Pengaktifan kemoreseptor akan merangsang pusat pengaturan kardiovaskuler untuk meningkatkan aktivitas jantung. Reseptor lain yang peka terhadap regangan akibat perubahan volume darah terletak pada tempat pertemuan vena-vena besar dan atrium. Apabila reseptor ini terangsang akan timbul dua jenis respon refleks : Peningkatan kecepatan denyut jantung (Refleks Bainbridge) dan diuresis yang menyebabkan penurunan volume.
            Jalur aferen dalam nervus vagus dan glosofaringeus membawa impuls  saraf dari reseptor ke otak. Pusat Vasomotor atau pusat pengaturan kardiovaskuler  terletak pada bagian atas medula oblongata dan pons bagian bawah. Pusat kardioregulator ini menerima impuls dari baroreseptor dan kemoreseptor dan meneruskannya ke jantung dan pembuluh darah melalui serabut saraf parasimpatis dan simpatis. Pusat-pusat otak yang lebih tinggi seperti korteks serebri dan hipotalamus juga dapat mempengaruhi aktivitas saraf otonom melalui medula oblongata. Jalur eferen dari pusat pengendalian kardiovaskuler ke jantung terutama melalui nervus vagus untuk serabut parasimpatis, sedangkan serabut simpatis melalui nervus kardiak. Reseptor terletak pada sistem penghantar jantung, miokardium, dan otot polos pembuluh darah. Stimulasi reseptor akan mengubah denyut jantung, kecepatan konduksi AV, kekuatan kontraksi miokardium, dan diameter pembuluh darah. Serabut parasimpatis mempersarafi nodus SA, otot-otot atrium, dan nodus AV melalui nervus vagus. Serabut parasimpatis juga meluas sampai ke otot ventrikel, tetapi jalur ini tampaknya kurang memilki makna. Stimulasi serabut parasimpatis menyebabkan pelepasan asetikolin. Asetikolin memperantarai transmisi impuls saraf pada reseptor jantung. Stimulasi parasimpatis menghambat kerja jantung, dengan mengurangi frekuensi denyut jantung, kecepatan konduksi impuls melalui nodus AV, dan jugga mengurangi kekuatan kontraksi atrium dan mungkin juga ventrikel. Respon terhadap stimulasi parasimpatis ini dikenal juga dengan sebutan respon kolinergik atau respons vagal. Respon vagal bersifat cepat, kuat, dan mampu mencapai regulasi denyut jantung pada setiap denyutnya. Stimulasi vagal atau kolinergik yang intensif mampu menurunkan frekuensi denyut jantung hingga benar-benar hilang.
            Serabut simpatis menyebar ke seluruh sistem konduksi dan miokardium, juga pada otot polos pembuluh darah. Neurotransmiter simpatis adalah Norepinefrin. Stimilasi simpatis atau adrenergik juga menyebabkan terlepasnya epinefrin dan beberapa norepinefrin dari medula adrenal. Epinefrin dan norepinefrin kemudian dibawa kesemua bagian tubuh melalui aliran darah. Respon jantung terhadap stimulasi simpatis diperantai oleh pengikatan norepinefrin dan epinefrin ke reseptor adrenergik tertentu : reseptor alfa ( ฮฑ ) dan reseptor beta (  ). Stimulasi reseptor ฮฑ, yang terutama terletak pada sel-sel otot polos pembuluh darah, menyebabkan terjadi vasokontriksi. Stimulasi reseptor  yang terutama terletak pada AV, nodus SA, dan miokardium, menyebabkan peningkatan denyut jantung, peningkatan kecepatan hantaran melewati nodus AV, dan peningkatan kontraksi miokardium. Stimulasi reseptor  menyebabkan vasodilatasi.
            Stimulasi selektif pada reseptor-reseptor ini ( dikombinasikan dengan berbagai variasi intensitas kegiatan simpatis ) dapt mengatur derajat vasokontriksi sehingga dapat mengatur kapasitas jaringan pembuluh darah, serta mempengaruhi resistensi pembuluh darah terhadap aliran darah, sehingga mempengaruhi tekanan arteria. Misalnya ppenyempitan arteria akan meningkatkan tekanan arteria dan vena akan merugikan mengurangi kapasitas jaringan vena, dan seperti yang akan dibahas dalam bab berikutnya, peningkatan aliran balik vena menyebabkan semakin kuatnya kontraksi jantung, yang kemudian akan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteria.
            Hubungan sistem saraf simpatis dan parasimpatis bekerja untuk menstabilkan tekanan darah arteria dan kebutuhan tubuh. Curah jantung dan tekanan arteria dapat ditingkatkan melalui rangsangan pada saraf simpatis dan hambatan pada saraf parasimpatis. Hal ini akan meningkatkan kecepatan denyut jantung, meningkatkan kekuatan kontraksi, dan vasokontriksi. Sebaliknya peningkatan tekanan darah yang tindak normal akan menyebabkan melambatnya denyut jantung, menurunnya kontraktilitas, dan vasodilatasi.









2.2     FISIOLOGI

2.1.1        SIKLUS JANTUNG
Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling berkait. Gelombang rangsangan listrik terbesar dari nodus SA melalui sistem konduksi menuju miokardium untuk merangsang kontraksi otot. Rangsangan listrik ini disebut biasanya  Depolarisasi, dan diikuti pemulihan listrik kembali yang disebut Repolarisasi.  Respon mekaniknya adalah sistolik ( Kontraksi Otot ) dan diastolik ( relaksasi otot ). Hubungan antara depolarisasi ventrikel dan kontraksi ventrikel digambarkan pada Gbr. 29-1. Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung.
Aktivitas listrik sel yang dicatat secara grafik melalui elektroda intrasel memperlihatkan bentuk khas, yang disebut Potensial Aksi (Gbr.29-2,A). Aktivitas listrik dari semua sel miokardium secara keseluruhan dapat dilihat dalam suatu Elektrokardiogram (Gbr.29-2,B). Gelombang pada elektrokardiogram mencerminkan penyebaran rangsang listrik dan pemulihannya melalui miokardium ventrikel dan atrium.

2.1.2        ELEKTROFISIOLOGI
Aktivitas listrik jantung terjadi akibat aliran ion-ion natrium, kalium, dan kalsium ( , , dan ) melewati membran sel jantung ( Gbr.29-3 ). Seperti semua sel dalam tubuh,  dan  terutama merupakan ion intrasel. Perpindahan ion-ion ini melewati membran sel jantung dikendalikan oleh berbagai hal, termasuk difusi pasif, sawar yang bergantung pada waktu dan voltase, serta pompa ,  - ATPase.

2.1.3        POTENSIAL AKSI
Hasil perpindahan ion antar membran merupakan suatu perbedaan listrik melewati membran sel yang dapat digambarkan secara grafik sebagai suatu potensial aksi (Gbr.29-4, A). Potensial aksi yang menggambarkan muatan listrik bagian dalam sel dalam hubungannya dengan muatan listrik bagian luar sel, disebut Potensial Transmembran. Perubahan potensial transmembran akibat perpindahan ion digambarkan sebagai fase 0 hingga fase 4. (Lihat Gbr.29-3). Dua tipe utama potensial aksi merupakan potensial aksi respons cepat dan respon lambat (Lihat Gbr.29-4, A dan B). Dua tipe ini diklasifikasikan menurut penyebab depolarisasi primer, yaitu saluran  cepat dan saluran  lambat.
Potensial Aksi respon Cepat
Potensial aksi respon cepat terdapat dalam sel-sel otot ventrikel dan atrium, demikian juga dengan serabut Purkinje. Potensial transmembran dalm sel ini saat istirahat adalah -90mV-Potensial transmembran saat istirahat (disebut sebagai RP pada Gbr.29-4, A). Terdapat beberapa faktor yang mempertahankan potensial transmembran saat istirahat yang negatif. Faktor pertamam adalah permeabilitas selektif membran sel terhadap  dibandingkan dengan ion . Kalium dapat bergerak secara bebas bila terdapat perbedaan konsentrasi dengan bagian luar sel (Lihat Gbr.29-3, A). Pada waktu yang sama, meskipun perbedaan konsentrasi dan listrik menyebabkan perpindahan  kebagian dalam sel, permeabilitas sel membran menyebabkan hanya sejumlah kecil  yang dapat masuk kedalam sel.
Penyebab kedua potensial aksi transmembran yang negatif adalah pompa ,  - ATPase. Pompa metabolik ini terletak dalam membran sel dan secara kontinu memompa  dan   apabila terdapat perbedaan konsentrasi. Natrium berpindah ke luar sel dan  ke dalam sel dalam rasio 3:2, sehingga memperkuat perbedaan listrik melewati membran sel.
Fase Potensial Aksi Respon Cepat. Rangsangan yang meningkatkan potensial transmembran menjadi -65mV disebut juga sebagai Potensial Ambang (sebagai TP pada Gambar 29-4, A), berperan dalam memulai depolarisasi. Diperlukan potensial transmembran -65mV untuk mengaktivasi saluran  cepat. Dengan terjadinya aktivasi,  tercurah ke dalam sel sesuai dengan perbedaan listrik dan konsentrasi. Perubahan positif cepat dalam potensial transmembran berhubungan dengan depolarisasi, atau fase 0 potensial aksi. Perubahan positif pada potensial transmembran menjadi 0mV menyebabkan inaktivasi saluran  menjadi menutup tetapi tidak terjadi sebelum voltase menurun ringan. Dalam pemeriksaan potensial aksi (Lihat Gbr.29-4, A). Terlihat jelas adanya peningkatan tajam fase 0, yang memperlihatkan begitu cepatnya aktivitas saluran  cepat. Amplitudo dan kecepatan fase 0 berkaitan dengan kecepatan ketika potensial aksi dihasilkan oleh sel-sel lain.
Setelah depolarisasi, terjadi repolarisasi awal membran sel yang digambarkan oleh  fase 1 potensial aksi ( Lihat Gbr.29-4, A ). Fase 1 memperlihatkan kembaliinya negativitas sebagai perpindahan  keluar sel sesuai dengan perbedaan listrik dan kimiawi ( lihat Gbr.29-3, C ). Perpindahan listrik tidak hanya berlangsung dalam waktu pendek hingga saluran  lambat bergantung- voltase sempat terbuka. Saluran ini disebut saluran  lambat karena walaupun teraktivasi selama fase 0 (apabila potensial transmembran mencapai sekitar – 10mV), perpindahan  kedalam sel tidak terjadi jelas hingga fase 2. Selama fase 2, terjadi suatu plateau dalam potensial transmembran karena berpindah ke dalam sel dan menetralkan secara listrik perpindahan  keluar sel ( Lihat Gbr.29-3, D ). Plateau berlangsung dalam waktu relatif lama karena saluran  lambat membuka dan lambat menutup. Kalsium memasuki sel jantung pada periode ini juga terlibat dalam kontraksi jantung ( gabungan eksitasi-kontraksi ).
Begitu saluran menutup, terus berpindah ke luar sel (lihat Gbr.29-3, E). Aksi ini menyebabkan kembalinya negativitas potensial transmembran seperti yang terlihat pada fase 3, yang disebut juga sebagai repolarisasi akhir. Potensial transmembran terus menurun hingga tercapai potensial saat istirahat (-90mV), yang disebut juga sebagai fase 4 (lihat Gbr.29-4).
Periode Refrakter. Sejak awitan fase 0 hingga pertengahan fase 3, sel jantung tidak dapat distimulasi ulang. Periode ini disebut sebagai Periode Refrakter absolut atau efektif. Pada periode ini, Saluran  cepat diinaktivasi dan tidak dapat diaktifkan ulang walaupun diberi stimulus kuat. Menuju pertengahan fase 3dan tepat sebelum fase 4, stimulus yang lebih kuat daripada stimulus normal akan menyebabkan terbentuknya potensial aksi, karena saluran cepat mulai pulih dari inaktivasi. Periode ini disebut juga periode refrakter relatif. Setelah tercapai fase 4, setiap stimulus yang mampu mencapai ambang dapat menghasilkan suatu potensial aksi- all or nothing phenomenon.
Potensial Aksi respon Lambat
Nodus SA maupun nodus AV memperlihatkan potensial aksi respons lambat.   Sel-sel nodus ini memiliki sedikit saluran dan lebih bocor terhadap . Oleh karena itu potensial transmembran saat istirahat tidak begitu negatif ( -60 mV ) yang diperhatikan sebagai RP dalam Gbr,.29-4, B). Pada potensial transmembran ini, saluran    cepat yang bergantung – voltase tetap tidak teraktivasi. Selain keadaan ini saluran lain dalam membran sel secara herediter mengalami kebocoran terhadap , menyebabkan sejumlah besar  yang bocor ke dalam sel. Potensial membran akhirnya mencapai – 40 mV, yang merupakan potensial ambang sel repon lambat dan terlihat sebagai TP dalam Gbr.29-4. Saluran  respon lambat yang bergantung – voltse menjadi teraktivasi, dan influks  menyebabkan terjadinya depolarisasi sel.
Fase potensial aksi lambat. Bentuk potensial aksi respon lambat berbeda dari yang terdapat pada potensial aksi respon cepat ( lihat Gbr.29-4, A dan B). Depolarisasi ( fase 0 ) terjadi lebih lambat pada sel-sel yang berespon lambat. Tidak terjadi fase 1. Fase 2 tidak jauh dari fase 3. Fase 3 timbul segera setelah fase 0 karena saluran  lambat menjadi tidak teraktivasi. Pada waktu bersamaan sejumlah besar  berpindah ke luar sel menyebabkan potensial membran saat istirahat kembali menjadi -55 hingga -60 mV ( fase 4), yaitu titik ketika saluran  menjadi kurang permeabel terhadap .  terus bocor kedalam sel, menyebabkan meningkatnya potensial tranmembran hingga -40 mV, dan siklus ini dimulai lagi.
Sel Pacemaker
Serabut sistem hantaran khusus jantung ( nodus SA, nodus AV, dan serabut purkinje ) mempunyai ciri khas auto mativasi, yang berarti serabut ini dapat mengeksitasi diri sendiri, atau menghasilkan potensial aksi secara spontan. Nodus SA adalah Pacemaker dominan pada jantung, karena mampu mengeksitasi diri sendiri dengan laju lebih cepat kepada nodus AV atau serabut purkinje. Namun demikian, apabila nodus SA mengalami cedera, nodus AV dan serabut purkinje kemudian dapat mengambil alih peran pacemaker, tetapi dengan laju yang lebih perlahan ( 40-60 denyut permenit pada nodus SA dan 15 hingga 40 denyut permenit pada nodus AV dan serabut purkinje ).
Perpindahan ion selama fase 4 menentukan otomatisasi nodus SA maupun nodus AV, terjadi depolarisasi lambat karena  berpindah ke dalam sel yang secara relatif pada . Perpindahan ini meningkatkan potensial transmembran ke nilai ambang, dan kemudian timbul 1 potensial aksi. Potensial aksi ini timbul secara berulang dalam polasiklik teratur, yang menunjukan karateristik lain dari kerja nodus SA dan nodus AV – ritmisitas.


2.1.4        ULTRASTRUKTUR OTOT
Sarkomer  yang merupakan unit kontraktif dasar miokardium (Gbr.29-5) tersusun oleh dua miofilamen yang saling tumpang tindih: filamen tebal miosin dan filamen tipis aktin. Filamen miosin memilki jembatan penghubung, filamen aktin tersusun atas 3 komponen protein : aktin, tropomiosin, dan troponin. Kontraksi otot terjadi bila tempat aktif pada filamen aktin berikatan dengan jembatan penghubung miosin, menyebabkan filamen aktin tertarik ke pusat filamen miosin, pemendekan sarkomer.
Kalsium berperan penting dalam ikatan aktin miosin. Bila tidak terdapat kalsium, tropomiosin dan troponin melindungi tempat aktif pada filamen aktin, sehingga mencegah ikatan dengan miosin. Hal ini menghasilkan relaksasi otot jantung. Bila terdapat kalsium, efek inhibisis tropomiosin dan troponin dapat dihambat sendiri sehingga tempat aktif pada filamen aktin dapat berikatan dengan jembatan penghubung miosin. Hal ini menyebabkan pemendekan sarkomer dan kontraksi otot jantung.
Kalsium yang penting dalam ikatan aktin – miosin tersedia selama stimulasi listrik sel jantung, yaitu saat timbul potensial aktif. Begitu dihasilkan potensial aksi melewati membran sel, saluran   lambat padaa membran sel menjadi teraktivasi. Hal ini menimbulkan periode plateau pada potensial aksi (lihat Gbr. 29-3, D dan Gbr.29-6).
                       
 Kalsium berpindah dan melewati sarkolema ( mebran sel) dan tubulus transversa ( perluasan membran sel ). Perpindahan kalsium ke bagian dalam sel menyebabkan lepasnya sejumlah kalsium yang tersimpan dalam retikulum sarkoplasma.  Kalsium kemudian mengghambat efek inhibisi tropomiosin – troponin, menyebabkan terjadinya ikatan aktin miosin, pemendekan sarkomer, dan menyebabkan kontraksi miokardium (lihat Gbr.29-6). Energi yang dibutuhkan untuk proses kontraksi berasal dari degradasi adenosin trifosfat (ATP) menjadi adenosin difosfat (ADP).
Kontraksi berlangsung selama perioode plateau potensial aksi (lihat Gbr.29-6). Dengan lambatnya penutupan saluran , secara bersamaan kalsium dipompa keluar dari sel ke dalam retikulum endoplasma dan tubulus tranversa. Bila tidak terdapat kalsium, sistem tropomision- troponin mengeluarkan efek inhibisi pada aktin, dan terjadi relaksasi miokardium.
Seluruh miokardium atrium dan ventrikel dirangsang secara bersamaan dan kemudian berkontraksi secara bersama akibat penyebaran secara potensial aksi melewati membran sel jantung dan melewati diskus interkalatus. Diskus interkalatus merupakan bagian membran sel jantung yang menghubungkan satu sel ke sel berikutnya dan hampir tidak memberikan resistensi terhadap aliran potensial aksi. Oleh karena itu simulasi suatu sel jantung menyebabkan stimulasi secara bersamaan pada suatu sel jantung – all or none phenomenon.
Pentingnya kalsium bagi eksitasi dan kontraksi listrik sel jantung yang menyertai disebut sebagai gabungan eksitasi kontraksi secara klinis, mekanisme ini penting untuk memahami konsekuensi berbagai terapi medis yang mengubah konsentrasi kalsium intra sel. Misalnya, hal ini menjelaskan pemberian penyekat saluran kalsium untuk pengendlian denyut jantung pada penyebab memburuknya gagal jantung kongestif. Sebaliknya, pemberian katekolamin secara intravena dapat memperkuat denyut jantung maupun penyebab kontraksi miokardium.
                                                               Gbr.29-5.  Ultrastruktur otot. Miofibril yang tersusun dari filamen miosin tebal dan filamen aktin tipis. Diantara filamen aktin dan miosin, pada jarak-jarak tertentu dan teratur tampak suatu sambungan melintang yang membentuk hubungan selama otot berkontraksi. Ketika otot beristirahat maka jumlah filamen miosin dan filamin aktin yang saling tumpang tindih akan berkurang, sedangkan waktu otot berkontraksi maka jumlahnya akan meningkat. Perubahan ini menyebabkan meningkatnya atau berkurangnya panjang sarkomer.
                                                              
2.1.5        FASE SIKLUS JANTUNG
Siklus jantung menjelaskan urutan kontraksi dan pengosongan ventrikel ( sistolik ), serta pengisian dan relaksasi ventrikel ( diastolik ). Secara klinis, sistolik juga dapat dijelaskan sebagai suatu periode antara suara jantung  dan , dan diastolik dijelaskan sebagai suatu periode antara dan . ( Gbr.29-7 ).  dan dihasilkan oleh penutupan secara berurutan katup AV dan semilunaris. Faktor penting yang harus diingat adalah bahwa katup jantung membuka dan menutup secara pasif akibat perbedaan tekanan. Hal yang sama pentingnya adalah bahwa urutan peristiwa mekanis selama siklus jantung terjadi secar bersamaan pada sisi kanan dan kiri jantung.
Pada awal diastolik, darah mengalir cepat dari atrium, melewati katup mitral, dan kedalam ventrikel. Dengan mulai seimbangnya tekanan antara atrium dan ventrikel, darah mengalir dari atrium ke ventrikel melambat. Hal ini disebuut periode  diastasis (lihat Gbr.29-7). Kontraksi atrium kemudian terjadi, berperan dalam bertambahnya sebanyak 20 hingga 30 % pengisisan atrium. Kemudian terjadi kontraksi ventrikel, dan karena tekanan dalam ventrikel lebih besar dibandingkan dengan yang terdapat dalam atrium, maka katup mitral menutup ( ). Hal ini memulai terjadinya sistolik dan kontraksi isovolumik ( secara spesipik ). Periode ini disebut demikian karena meskipun terjadi peningkatan tekanan ventrikel kiri, volume intraventrikel tetap konstan karena katup mitral maupun aorta menutup.
Dengan  berlanjutnya kontraksi ventrikel, tekanan dalam ventrikel kiri meningkat hingga melebihi tekanan dalam aorta. Perbedaan tekanan, mendorong katup aorta membuka, dan darah terrcurah ke luar ventrikel. Sekitar 70 % pengosongan ventrikel terjadi pada sepertiga pertama periode pemompaan ventrikel disebut sebagai pemompaan ventrikel cepat . dua pertiga sisa  dari periode pemompaan ventrikel disebut sebagai pemompaan ventrikel lambat, karena hanya terjadi 30 % pengosongan ventrikel selama periode ini. Ventrikel kemudian mengalami relaksasi. Relaksasi ventrikel menyebabkan tekanan dalam ventrikel menurun dibawah tekanan dalam aorta, dan katup aorta menutup ( ), menyebabkan awitan diastolik.
Dengan menutupnya katup aorta maupun mitral, volume darah dalam ventrikel kiri tetap konstan. Tekanan dalam ventrikel kiri menurun karena ventrikel mulai berelaksasi. Hal ini menurunkan tekanan ventrikel kiri ( meskipun volume darah dalam ventrikel kiri tetap konstan ) yang disebut sebagai periode relaksasi isovolumik. Sementara tekanan ventrikel menurun, terbentuk tekanan ventrikel akibat aliran balik vena melawan katup mitral yang tertutup. Perbedaan tekanan ini menyebabkan pembukaan katup mitral dan kemudian tercurahnya darah dari atrium ke ventrikel. Sehingga terjadi periode  pengisian ventrikel cepat, dan siklus jantung dimulai lagi.

                        Hubungan Peristiwa Listrik Dengan siklus Jantung
                                                Seperti yang dijelaskan dalam bagian mengenai ultrasttruktur otot, terdapat keterkaitan antara peristiwa listrik jantung dan peristiwa mekanik jantung (gabungan eksitasi-kontraksi). Peristiwa listrik dalam jantung terjadi sebelum dan mengawali peristiwa mekanis. Korelasi peristiwa listrik dengan peristiwa mekanis yang terjadi berikutnya – fase siklus jantung – terdapat dalam tabel 29-1.  Dalam tabel tersebut juga terlihat korelasi antara peristiwa listrik dalam jantung dan bentuk gelombang tertentu pada EKG. Makna  bentuk gelombang EKG dijelaskan dalam bab berikutnya.
                                                Pengetahuan mengenai siklus jantung dan ikatan antara peristiwa listrik dan mekanis dalam jantung sangat penting untuk memahami akibat penyakittertentu dan keuntungan terapi medis tertentu. Misalnya, kontraksi ventrikel kiri pada katup mitral inkompeten menyebabkan pemompaan darah ke dalam aorta dan ke dalam atrium kiri. Fibrilasi atrium menyebabkan hilangnya kontraksi atrium, yang kemudian menyebabkan menurunnya pengisian ventrikel kiri sebanyak 20% hingga 30%. Kedua keadaan ini menyebabkan memburuknya curah jantung. Setelah infark miokardium akut, maka kegagalan jantung berat dapat diatasi dengan pemasangan pompa balon intra-aorta ( intraaoortic balloon pump ), yang dapat mengurangi tekanan akhir- diastolik aorta. Terapi ini menurunkan tekanan intraventrikel yang diperlukan untuk membuka katup aorta selama kontraksi isovolumik, sehingga menurunkan kerja jantung.

2.1.6        CURAH JANTUNG
Definisi
                        Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk kedalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel permenit disebut Curah Jantung. Curah jantung rata-rata adalah 5L/menit. Namun demikian, curah jantung bervariasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan perifer. Kebutuhan curah jantung bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh, sehingga indikator yang lebih akurat untuk fungsi jantung adalah indeks jantung (cardiac index). Indeks jantung diperoleh dengan membagi curah jantung dengan luas permukaan tubuh, yaitu sekitar 3 L/ menit/  permukaan tubuh.
                        Volume sekuncup  adalah volume darah yang dipompa oleh setiap ventrikel per detik. Sekitar dua – pertiga dari volume darah dalam ventrikel pada akhir diastolik (volume akhir diastolik) dikeluarkan selam sistolik. Jumlah darah yang dikeluarkan tersebut disebut fraksi ejeksi, sedangkan volume darah yang tersisa didalam ventrikel pada akhir sistolik disebut Volume akhir sistolik. Penekanan fungsi ventrikel menghambat kemampuan pengosongan ventrikel sehingga mengurangi volume sekuncup dan fraksiejeksi, yang berakibat pada peningkatan volume sisa pada ventrikel.
           
Faktor Penentu Curah Jantung
                                    Curah jantung tergantung dari hubungan yang terdapat antara dua buah variabel : Frekuensi jantung dan Volume Sekuncup.
                                                Curah jantung = frekuensi jantung x volume sekuncup
                        Meskipun terjadi perubahan pada salah satu variabel, curah jantung dapat tetap dipertahankan konstan melalui penyesuaian kompensatorik dalam variabel lainnya. Misalnya, bila denyut jantung melambat, maka periode relaksasi ventrikel di antara denyut jantung menjadi lebih lama, sehingga meningkatkan waktu pengisian ventrikel. Dengan sendirinya volume ventrikel menjadi lebih besar dan darah yang dapat dikeluarkan per denyut menjadi lebih banyak. Sebaliknya, kalau volume sekuncup menurun, maka curah jantung dapat distabilkan dengan meningkatkan kecepatan denyut jantung. Tentu saja penyesuaian kompensasi ini hanya dapat mempertahankan curah jantung dalam batas-batas tertentu. Perubahan dan stabilisasi curah jantung bergantung pada mekanisme yang mengatur kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup.
                        Pengaturan Denyut Jantung
                        Frekuensi jantung sebagian besar berada dibawah pengaturan ekstrinsik sistem sraf otonom, serabut parasimpatis dan simpatis mempersarafi nodus SA dan AV, memengaruhikecepatan dan frekuensi hantaran impuls. Stimulasi serabut parasimpatis akan mengurangi frekuensi denyut jantung. Sedangkan stimulasi simpatis akan mempercepat denyut jantung.
                        Pengaturan Volume Sekuncup
                        Ada tiga Variabel yang memengaruhi volume sekuncup :
a.       Baban Awal ( Preload )
Yakni suatu beban awal/derajat dimana serabut miokardium diregangkan sebelum ventrikel kiri berkontraksi atau disebut juga “  Ventrikel end Diatolic Volume “. Peregangan serabut miokardium bergantung pada volume darah yang meregangkan ventrikel pada akhir diastolik. Aliran balik darah vena ke jantung menentukan volume akhir diastolik ventrikel. Peningkatan aliran balik vena meningkatkan volume akhir diastolik ventrikel, yang kemudian memperkuat peregangan serabut miokardium.
      Mekanisme Frank Starling  menyatakan bahwa dalam batas fisiologis, semakin besar peregangan serabut miokardium pada akhir diastolik ,semakin besar kekuatan kontraksi pada saat sistolik. (Gbr.29-8). Peregangan serabut miokardium pada akhir diastolik menyebabkan tumpang tindih antara miofilamen aktin dan miosin, memperkuat hubungan jembatan penghubung pada saat sistolik. Hubungan jembatan penghubung dan kekuatan kontraksi paling tinggi bila panjang sarkomer antara 2,0 dan 2,4 m (Gbr.29-9, A). Panjang sarkomer rata-rata pada akhir diastolikadalah antara 2.0 dan 2,2 m. Oleh karena itu terdapat panjang sarkomer cadangan, dan cadangan kekuatan kontraksi.
      Bila panjang sarkomer kurang dari 2,0 m, terjadi penurunan kekuatan kontraksi. Dibandingkan dengan tumpang tindih aktin-miosin, begitu banyak aktin yang tumpang tindih dengan filamen aktin yang berdekatan di dalam sarkomer. Hal ini mengurangi jumlah tempat yang tersedia bagi hubungan jembatan penghubung ( Lihat Gbr.29-9,B ). Bila panjang sarkomer lebih dari 2,4 m, penurunan daya kontraktil juga terjadi. Namun pada situasi keadaan terjadi karena filamen, aktin dan miosin teregang menjauh satu sam lain, sekali lagi membatasi jumlah ikatan jembatan silang ( lihat Gbr. 29-9, C ).
      Tumpang tindih miofilamen yang optimal hanyalah merupakan salah satu alasan mengapa peregangan pada akhir diastolik berperan penting dalam menentukan kekuatan kontraksi. Alasan yang lain adalah bahwa peregangan pada akhir- diastolik meningkatkan sensitivitas terhadap kalsium diperkuat sehingga menghasilkan kontraksi yang lebih kuat.
      Hubungan antara panjang serabut miokardium dan kekuatan kontraksi digambarkan dalam Kurva Fungsi Ventrikular (Gbr.29-10,A). Kurva ini menggambarkan perubahan kontraktilitas yang terjadi dengan setiap perubahan dalam beban awl. Kurva ini memperlihatkan peningkatan perbaikan fungsi sesuai dengan pengisian jantung. Sedikit demi sedikit lengkung itu mulai berubah menjadi garis mendatar, atau plateau. Ini menunjukan bahwa penambahan volume ventrikel tidak memperbaiki fungsi lebih lanjut ; panjang serabut yang optimal telah tercapai. Jantung normal bekerja pada bagian kurva fungsi ventrikel yang menanjak. Jjantung memiliki cadangan yang besar untuk bekerja melampaui titik tersebut untuk perbaikan fungsi jantung yang lebih lanjut. Secara ringkas, pertambahan beban awal akan meningkatkan kekuatan kontraksi sampai batas tertentu, dan dengan demikian juga akan meningkatkan volume darah yang dikeluarkan dari ventrikel.
b.      Baban Akhir ( Afterload )
Beban akhir ( afterload ) adalah penentu kedua pada volume sekuncup. Beban akhir adalah tegangan serabut miokardium yang harus terbentuk untuk kontraksi dan pemompaan darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban akhir dapat dijelaskan dalam versi sederhana Persamaan Laplace.

Tegangan dinding =  Tekanan Intraventrikel x ukuran
                                    Ketebalan dinding ventrikel
Persamaan laplace menunjukan bila tekanan intraventrikel maupun ukuran ventrikel meningkat, maka akan terjadi peningkatan tegangan dinding ventrikel. Persamaan ini juga menunjukan hubungan timbal balik antara tegangan dinding dengan ketebalan dinding ventrikel; tegangan dinding ventrikel menurun bila ketebalan dinding ventrikel meningkat.
                                    Persamaan laplace bermanfaat untuk memahami cara bagaimana situasi klinis dapat memengaruhi beban akhir dan mengganggu volume sekuncup. Misalnya, peningkatan tekanan darah arteri akan meningkatkan resistensi terhadap pemompaan ventrikel. Untuk mencapai volume sekuncup yang stabil, maka tekanan intraventrikel meningkat untuk mengatasi resistensi terhadap pemompaan. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya peningkatan tegangan dinding. Tegangan dinding juga meningkat pada kardiomiopati yang berdilatasi. Pada keadaan ini ukuran ventrikel meningkat. Untuk mempertahankan volume sekuncup yang stabil, tegangan dinding ventrikel juga harus meningkat ( Gbr.29-11).

                               Hubungan timbal balik antara tegangan dinding dan ketebalan dinding diperlihatkan apabila terjadi penebalan miokardium ventrikel, seperti pada kardiomiopati hipertropik, sehingga lebih sedikit tegangan dinding yang dihasilkan oleh ventrikel untuk menghasilkan tekanan dan memompa darah.
c.       Kontraktilitas Jantung.
Kontraktilitas adalah penentu ketiga pada volume sekuncup. Kontraktilitas merupakan perubahan kekuatan kontraksi yang terbentuk yang terjadi tanpa tergantung perubahan pada panjang serabut miokardium. Bila syaraf simpatis yang menuju ke jantung dirangsang, maka kurva panjang tegangan keseluruhan akan bergeser ke atas dan kekiri. Dengan perkatan lain aktifitas syaraf simpatis meningkatkan kontraktilitas.
Frekuensi dan irama jantung juga memengaruhi kontraktilitas, misalnya : bila ada ektrasistol ventrikel, akan terjadi potensiasi pada ekstrasistolik. Berbagai obat seperti digitalis atau inotropik seperti glikosida, dan kalsium akan meningkatkan kontraktilitas. Depresan fisiologis seperti anoksia, hiperkarbia, asidosis akan menekan kontraksi jantung. Depresan farmakologis seperti quinidine, procainamide, anestesi lokal barbiturat juga akan menekan kontraksi jantung. Bila sebagian dari miokard ventrikel tidak berfungsi, seperti pada iskemia atau infark miokard maka kerja ventrikel akan berkurang. Adanya depresan intrinsik, menyebabkan depresi dari kontraktilitas setiap unit miokard.
                                    Hukum Frank Starling
·         Makin besar isi jantung sewaktu diastol, semakin besar jumlah darah yang dipompakan ke aorta.
·         Dalam batas-batas fisiologis, jantung memompakan ke seluruh tubuh darah yang kembali ke jantung tanpa menyebabkan penumpukan divena.
·         Jantung dapat memompakan jumlah darah yang sedikit ataupun jumlah darah yang besar bergantung pada jumlah darah yang mengalir kembali dari vena.
2.1.7        ALIRAN DARAH KE PERIFFER
Dinamika aliran darah perifer mungkin merupakan unsur fisiologis sirkulasi yang paling penting karena dua alasan. Pertama, distribusi dari curah jantung diperifer bergantung pada sifat jaringan vaskular. Kedua, volume curah jantung bergantung pada jumlah darah yang kembali menuju jantung. Jantung mengeluarkan volume darah yang sebanding dengan aliran balik melalui pembuluh vena.

Prinsip Aliran Darah
Aliran darah melalui pembuluh darah bergantung pada dua variabel yang saling berlawanan. Perbedaan tekanan antara kedua ujung pembuluh darah dan resistensi terhadap aliran darah. Hukum ohm dapat menjelaskan dengan sangat baik mengenai hubungan kedua variabel dengan aliran darah,Q= P  (Q= aliran darah), P = perbedaan Tekanan, dan R = Resistensi ). Aliran darah meningkat karena terdapat peningkatan perbedaan tekanan antara kedua ujung pembuluh darah;sebaliknya, aliran darah menurun karena terjadi peningkatan resistensi. Hal yang penting diperhatikan adalah perbedaan tekanan (gradien tekanan), bukanlah tekanan absolut dalam pembuluh darah, menentukan aliran darah. Semua aliran darah sirkulasi disebut sebagai curah jantung.
                        Darah mengalir melalui seluruh sirkulasi dari arteri ke ujung pembuluh vena sebagai respons terhadap perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan ditentukan melalui tekanan darah arteri rata-rata ( mean arterial pressure, MAP ), dan tekanan atrium kanan ( right atrial pressure, RAP ), tekanan vena sentral ( central venous pressure, CVP). MAP didefinisikan sebagai tekanan yang terbentuk dalam pembuluh arteri besar sepanjang waktu dan merupakan cerminan komplians dan volume darah rata-rata dalam sistem arteri.RAP bergantung pada keseimbangan antara aliran balik vena dan fungsi pemompaan atrium kanan. MAP normal adalah 100mmHg.dan dapat diperkirakan dari tekanan darah sistolik (systolic Blood Pressure, SBP) dan diastolik (diastolic blood pressur, DBP ) menggunakan rumus sebagai berikut :
MAP= (SBP + ([2 x DBP]) : 3
Atau MAP= DBP + ([SBP-DBP) :3]

RAP mendekati 0 mmHg. Perbedaan tekanan antara ujung arteri dan vena sirkulasi sistemik adalah sekitar 100 mmHg ( MAP-RAP). Perubahan MAP atau RAP memengaruhi aliran darah melalui perubahan perbedaan tekanan antara kedua titik ini semakin besar perbedaan tekanan, semakin besar aliran darah.
Resistensi  merupakan obstruksi aliran darah. Resistensi berkaitan erat dan berbanding terbalik denagn ukuran lperubumen pembuluh darah menyebabkan perubahan besar dalam resistensi. Aliran darah sangat sensitif terhadap perubahan ukuran lumen pembuluh darah seperti yang diperlihatkan dalam Hukum Poiseuille :
Q =  P  : 8
           
            Dari rumus ini, radius pembuluh darah pangkat empat ( )  memengaruhi aliran darah ; sedikit perubahan  radius menyebabkan perubahn besar dalam aliran darah : R 1 : .
            Arteriol merupakan tempat utama terjadinya resistensi pembuluh darah. Perubahan tonus otot polos arteriol dibawah pengaruh sistem saraf dan kondisi jaringan lokal, mengatur radius pembuluh darah. Perubahan radius arteriol merubah resistensi terhadap aliran darah, dan akhirnya akan mengubah jumlah aliran darah ke jaringan kapiler.
            Faktor lain yang dapat memengaruhi resistensi dan aliran darah adalah panjang pembuluh darah dan viskositas darah. Faktor-faktor ini terdapat dalam hukum Poiseuille sebagai 1 dan , secara berurutan. Namun demikian, pengaruhnya secara normal tidak bermakna karena biasanya bersifat konstan. Pengecualian terhadap karakteristik ini adalah perubahan viskositas darah yang terjadi pada hematokrit yang abnormal. Misalnya, peningkatan viskositas darah yang menyertai polisitemia vera meningkatkan resistensi sehingga menurunkan aliran darah. Pada orang yang mengalami gangguan fungsi ginjal, flebotomi mungkin penting dilakukan untuk menurunkan jumlah sel darah merah sehingga meningkatkan aliran darah. Ringkasnya menurut Ohm ( Q = P : R ), aliran darah berbanding lurus secara langsung dengan perbedaan tekanan dan berbanding terbalik dengan resistensi vaskular. Perbedaan tekanan pada ujung arteri dan vena sirkulasi menentukan perbedaan tekanan. Resistensi merupakan fungsi utama dari radius pembuluh darah, yang sangat berubah pada tingkat alveolar. Dari ketiga variabel dalam rumuus ini, resistensi merupakan satu-satunya variabel yang tidak dapat diukur secara langsung. Namun resistensi dapat diperhitungkan dengan rumus aljabar seperti : R = P : Q. Dengan mengukur MAP,RAP ,dan curah jantung ( cardiac Output, CO ), dapat diukur resistensi pembuluh darahh sistemik ( systemic vascular resistance, SVR):

SVR = MAP – RAP : CO

SVR dapat dimanipulasi melaui pengobatan medis seperlunya.
           



Kecepatan Aliran Darah
Kecepatan aliran darah sepanjang sistem pembuluh darah bergantung pada luas penampang pembuluh darah. Kecepatan (V), aliran darah (Q), menurun seiring meningkatnya luas penampang pembuluh (A).

V=
Dengan mengalirnya darah ke sistem arteri perifer, kecepatan juga menurun karena percabangan yang progresif dan relatif meningkat pada luas penampang percabangan pembuluh darah. Pada tingkat kapiler, peningkatan yang besar terjadi pada luas penampang pembuluh sehingga menurunkan keepatan aliran darah. Perlambatan ini memungkinkan terjadinya pertukaran makanan dan metabolit pada kapiler.

Distribusi Aliran Darah
Aliran darah didistribusi pada banyak sistem organ sesuai dengan kebutuhan metabolisme dan tuntutan fungsional jaringan. Kebutuhan jaringan terus-menerus mengalami perubahan sehingga aliran darah harus terus menerus disesuaikan. Dengan meningkatnya metabolisme jaringan, maka aliran darah harus ditingkatkan guna memasok oksigen dan nutrisi serta selama latihan yang cukup berat, aliran darah menuju otot rangka harus ditingkatkan. Pengaturan ganda distribusi curah jantung dimungkinkan melalui mekanisme pengaturan ekstrinsik dan intrinsik.



Pengaturan Ekstrinsik
Aliran darah yang menuju ke suatu organ dapat ditingkatkan dengan memperbesar curah jantung atau dengan memindahkan darah dari suatu sistem organ yang relatif tidak aktif ke sistem organ lain yang lebih aktif. Aktivitas sistem saraf simpatis dapat menghasilkan kedua respon tersebut. Pertama, rangsangan simpatis akan meningkatkan curah jantung melalui peningkatan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi. Kedua, serabut simpatis adrenergik juga meluas sampai jaringan pembuluh darah perifer, terutama arteriol.  Perubahan perangsangan simpatis secara selektiif akan merangsang reseptor alfa dan beta, menyempitkan beberapa arteriol tertentu dan melebarkan yang lain untuk redistribusi darh ke jaringan kapiler yang membutuhkan. Setiap jaringan kapiler memiliki cadangan yang cukup untuk aliran yang meningkat, karena biasanya hanya sebagian kapiler saja yang diferpusi.
Pembuluh darah otot rangka memilki kemapuan vasodilatasi yang unik, karena dipersrafi oleh serabut kolinergik simpatis yang berasal dari korteks serebri. Serabut- serabut ini melepaskan asetikolin, mengakibatkan relaksasi otot polos pembuluh darah. Namun serabut kolinergik parasimpatis hanya mempersarafi sebagian kecil  pembuluh darah perifer. Oleh karena itu aktivitas parasimpatis tidak banyak berpengaruh terhadap distribusi curah jantung atau resistensi paerifer total.
Selain pengaturan melaui saraf, maka agen-aggen humoral juga mempunyai pengaruh ekstrinsik terhadap resistensi dan aliran perifer. Medula adrenal menyekresi katekolamin, epinefrin, dan norepinefrin sebagai respon terhadap kegiatan simpatis. Hormon-hormon ini menimbulkan respon simpatis di pembuluh darah perifer. Zat- zat lain yang berasal dari darah- vasopresin, angiotensin, serotonin, dan endhotolin juga berperan penting dalam terjadinya vasokonstiksi. Selain itu, zat yang berasal dari darah ( seperti bradikinin dan histamin) berperan sebagai vasodilator.

Pengaturan Intrinsik
Pengaturan intrinsik aliran darah ( yaitu perubahan aliran darah sebagai respon terhadap perubahan keadaan jaringan lokal ) sangat berperan penting dalam jaringan yang memiliki keterbatasan toleransi untuk penurunan aliran darah, seperti jantung atau otak. Kadar oksigen dan nutrisi merupakan indikator penting kecukupan aliran darah. Mekanisme pengaturan indikasi menyebabkan penurunan kesediaan oksigen atau nutrisi ( karena penurunan suplai maupun peningkatan kebutuhan ) yang diatasi dengan meningkatkan aliran darah ke jaringan.
Baru-baru ini terdapat dua teori yang menjelaskan bahwa perubahan aliran darah ini berkaitan dengan kebutuhan oksigen dan nutrisi. Teori pertama adalah teori vasodilator, yang menyatakan bahwa bila metabolisme ditingkatkan  atau bila hantaran nutrisi menurun, terjadi peningkatan zat vasodilator yang dihasilkan oleh jaringan. Berbagai zat vasodilator yang diajukan adalah adenosin dan karbondioksida, demikian juga dengan ion  dan hidrogen. Teori kedua adalah teori kurang nutrisi atau oksigen, yang menyatakan bahwa nutrisi berperan penting dalam memepertahankan tonus pembuluh darah yang dihasilkan oleh kontraksi sel otot polos. Bila kurang nutrisi ( baik akibat hantaran yang tidak mencukupi maupun metabolisme yang meningkat ), sel-sel otot polos tidak mampu berkontraksi. Hal ini biasanya menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Kemungkinan teori vasodilatasi dan teori kurang oksigen atau nutrisi tidak terjadi secara sendiri-sendiri; keduanya terjadi bersamaan mengoptimalkan vasodilatasi.
Jaringan juga memiliki kemampuan untuk mengatur aliran darah sebagai respon terhadapa perubahan tekanan perkusi ( tekanan darah arteri ). Seiring dengan perubahan tekanan perkusi, maka pembuluh darah pada jaringan yang terkena perubahan tersebut mengalami perubahan resistensi untuk mempertahankan aliran darah yang konstan  ( Hukum Ohm, Q= P : R ) peningkatan tekanan perkusi diatasi dengan penurunan resistensi, dan sebaliknya, penurunan tekanan perkusi diatasi dengan peningkatan resistensi. Kemampuan untuk mempertahankan aliran darah konstan dalam perubahan tekanan perkusi disebut sebagai autoregulasi.
Walaupun autoregulasi berfungsi pada banyaknya organ tubuh, mekanisme pasti autoregulasi masih belum jelas. Satu penjelasan yang diajukan adalah mekanisme Miogenik . pada mekanisme ini peningkatan tekanan perkusi yang disertai dengan peningkatan aliran darah diikuti dengan kontraksi otot polos arteriol, sehingga terjadinya vasokonstriksi. Vasokonstriksi mengembalikan aliran darah seperti semula. Sebaliknya, dengan pengaruh mekanisme piogenik penurunan tekanan perkusi yang disertai penurunan aliran darah diikuti dengan relaksasi sel-sel otot arteriol, sehinga terjadi vasodilatasi. Vasodilatasi mengembalikan aliran darah seperti semula.
Faktor lain yang mempengaruhi relaksasi sel otot polos pelepasan dari endotel itu sendiri. Sel-sel endotel beraksi untuk meningkatkan pelepasan zat pada keadaan stres, seperti pada peningkatan kecepatan aliran darah dengan melepaskan oksida nitrat. Oksida nitrat merupakan vasodilator terkuat yang baru ditemukan.
Mekanisme yang berkaitan dengan tekanan perkusi dan hantaran nutrisi bekerja mengatur aliran darah kejaringan permenit. Faktor lain yang bekerja dalam waktu lama – beberapa hari hingga beberapa bulan – untuk mengatur aliran darah. Faktor-faktor ini meliputi pembentukan pembuluh darah kolateral (seperti yang dibahas dalam bab 28 ) dan angiogenesis. Angiogenesis adalah pertumbuhan pembuluh darah baru dari pembuluh darah kecil yang ada setelah sekresi faktor pertumbuhan pembuluh darah sebagai faktor-faktor pertumbuhan pembuluh darah adalah faktor pertumbuhan endotel pembuluh darah, faktor fibroplast dan angiogenin. Faktor-faktor pertumbuhan pembuluh darah ini dilepaskan sebagai respon terhadap perubahan kebutuhan metabolik jaringan. Perkembagan pembuluh darah baru ini menyebabkan semakin kuatnya hantara nutrisi dan pembuangan zat sisa.
Selain mekanisme pengaturan ini yang berfungsi meningkatkan hantaran oksigen kejaringan, jaringan dapat meningkatkan suplai oksigen dengan mengekstrasi lebih banyak oksigen dari darah arteri. Pada sebagian besar oksigen ( kecuali jantung ) jaringan hanya mengekstrak sejumlah kecil oksigen ( sekitar 25 %) yang tersedia dalam darah arteri. Bila tedpat kekurangan oksigen dalam jaringan, terjadi peningkatan perbedaan konsentrasi antara darah arteri dan jaringan. Hal ini menyebabkan lebih banyak oksigen yang berdifusi dari intraveskuler keruangan ekstraveskuler, sehingga meningkatkan hantaran oksigen ke sel-sel.
Sebaliknya jantung sangat efisien dalam mengekstrasi oksigen dari darah arteri sekitar ( 80%) pada saat keadaan istirahat, oleh karena itu saat terjadinya peningkatan aktivitas metabolik, peningkatan kebutuhan oksigen hanya dapat diatasi dengan meningkatkan aliran darah arteri. Karakteristik ini merupakan alasan mengapa mekanisme pengaturan instrinsik sangat pentig untuk mempertahankan kecukupan hantaran oksigen ke jantung. 

 CADANGAN JANTUNG
            dalam keadaan normal, janting mampu meningkatkan kapasitas pompanya diatas daya pompa dalam keadaan istiraht.Cadangan jantung ini memingkinkan jantung normal meningkatkan curahnya hingga lima kali lebih banyak.Peningkatan curah jantung dapat terjadi dengan peningkatan frekuensi jantung atau volume sekuncup (curah jantung = frekuensi x volume sekuncup).
Frekuensi denyur jantung biasanya dapat ditingkatkan dari 60 hingga 100 denyut per menit (dmp) pada keadaan istirahat hingga mencaapai 180 dmp, terutama melalui rangsangan simpatis. Frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi dari ini barbahaya karena dua alasan. Pertama, dengan peningkatan frekuensi, maka fase diastolik menjadi lebih singkat sehingga waktu pengisian ventrikel jantung berkurang. Dengan demikian volume sekuncup akan menurun, sehingga tidak lagi dapat meningkatkan frekuensi jantung yang tinggi dapat mempengaruhi proses oksigenisasi miokardium, karena  kerja jantung meningkat ssedangkan fase diastilok (yaitu saat-saat pengisian pembuluh koroner) menjadi berkurang.
Volume sekuncup dapat bertambah melalui peningkatan pengosongan ventrikal akibat kontraksi pengisian diastolik yang diikuti dengan peningkatan volume pemompaan. Namun, peningkatan kekuatan kontraksi maupun peningkatan volume ventrikal akan memperbesar kerja jantung dan meningkatkan pengisian diastolik terhadap daya kontraksi dan volume sekuncup dibatasi oleh derajat perengangan serabut miokardium.
Apabila jantung terus-menerus dihadapkan dengan beban volume atau tekanan yang berlebihan, maka otot ventrikel dapat berdilatasi untuk meningkatkan daya kontraksi sesuai dengan hukum Starling, atau mengalami hipertrofi untuk meningkatkan jumlah otot dan kekuatan memompa. Kendati kedua respons tersebut bersifat kompensator alamiah, tetapi akhirnya akan menumbulkan dekonpensasi jan tung. Dilatasi meningkatkan kerja jantung dengan  meningkatkan tegangan yang harus dibangun ventrikel duna menghasilkan tekanan tertentu sesuai dengan hukum laplace. Dengan meningkatnya tekanan diastrolik ventrikal, kemampuan sarkomer untuk beradaptasi dapat telampaui dan kekuatan kontraksi menjadi berkurang. Hipertrofi meningkatkan massa otot yang membutuhkan suplai nutrisi sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen.









2.3        PENGKAJIAN SISTEM KARDIOVASKULER

RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama :
• Nyeri dada
• Sesak nafas
• Edema

Riwayat Kesehatan :
Digunakan untuk mengumpulkan data tentang kebiasaan yang mencerminkan
refleksi perubahan dan sirkulasi oksigen.
• Nyeri ---- lokasi, durasi, awal pencetus, kwalitas, kuantitas, factor yang memperberat/memperingan, tipe nyeri.
• Integritas neurovaskuler ---- mengalami panas, mati rasa, dan perasaan geli.
• Status pernafasan ---- sukar bernafas, nafas pendek, orthopnoe, paroxysmal
nocturnal dyspnoe dan efek latihan pada pernafasan.
• Ganngguan sirkulasi ---- peningkatan berat badan, perdarahan, pasien sudah lelah.
• Riwayat kesehatan sebelumnya ---- penyekit yang pernah diderita, obat-obat yang digunakan dan potensial penyakit keturunan.
• Kebiasaan pasien ---- diet, latihan, merokok dan minuman.

Riwayat Perkembangan :
Struktur system kardiovaskuler berubah sesuai usia.
• Efek perkembangan fisik denyut jantung.
• Produksi zat dalam darah.
• Tekanan darah.

Riwayat Sosial :
• Cara hidup pasien.
• Latar belakang pendidikan
• Sumber-sumber ekonomi.
• Agama.
• Kebudayaan dan etnik.

Riwayat Psikologis :
Informasi tentang status psikologis penting untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan.
• Mengidentifikasi stress/sumber stress.
• Mengidentifikasi cara koping, mekanisme dan sumber-sumber coping.


PENGKAJIAN FISIK
JANTUNG
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik umum dan khusus pada jantung. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik khusus pada jantung, maka penting terlebih dahulu melihat pasien secara keseluruhan/keadaan umum termasuk mengukur tekanan darah, denyut nadi, suhu badan dan frekuensi pernafasan.
Keadaan umum secara keseluruhan yang perlu dilihat adalah :
• Bentuk tubuh gemuk/kurus
• Anemis
• Sianosis
• Sesak nafas
• Keringat dingin
• Muka sembab
• Oedem kelopak mata
• Asites
• Bengkak tungkai/pergelangan kaki
• Clubbing ujung jari-jari tangan

Pada pasien khususnya penyakit jantung amat penting melakukan pemeriksaan nadi adalah :
• Kecepatan/menit
• Kuat/lemah (besar/kecil)
• Teratur atau tidak
• Isi setiap denyut sama kuat atau tidak.

INSPEKSI
Lihat dan perhatikan impuls dari iktus kordis.
Mudah terlihat pada pasien yang kurus dan tidak terlihat pada pasien yang gemuk atau emfisema pulmonum. Yang perlu diperhatikan adalah Titik Impuls Maksimum (Point of Maximum Impulse). Normalnya berada pada ruang intercostals V pada garis midklavikular kiri. Apabila impuls maksimum ini bergeser ke kiri berarti ada pembesaran jantung kiri atau jantung terdorong atau tertarik kekiri.
Toraks/dada
Pasien berbaring dengan dasar yang rata. Pada bentuk dada “Veussure Cardiac” dinding totaks di bagian jantung menonjolm menandakan penyekit jantung congenital. Benjolan ini dapat dipastikan dengan perabaan.
Vena Jugularis Eksterna (dileher kiri dan kanan)
Teknik :
• Posisi pasien setengah duduk dengan kemiringan ± 45ยบ
• Leher diluruskan dan kepala menoleh sedikit kekiri pemeriksa di kanan pasien
• Perhatikan vena jugularis eksterna yang terletak di leher ; apakah terisi penuh/sebagian, di mana batas atasnya bergerak naik turun.
• Dalam keadaan normal vena jugularis eksterna tersebut kosong/kolaps.
• Vena jugularis yang terisi dapat disebabkan oleh :
- Payah jantung kanan (dengan atau tanpa jantung kiri).
- Tekanan intra toraks yang meninggi.
- Tamponade jantung.
-Tumor mediastinum yang menekan vena cava superior.

PALPASI

Palpasi dapat mengetahui dan mengenal ukuran jantung dan denyut jantung. Point of Maximum Impuls dipalpasi untuk mengetahui getaran yang terjadi ketika darah mengalir melalui katup yang menyempit atau mengalami gangguan.
Dengan posisi pasien tetap terlentang kita raba iktus kordis yang kita amati pada inspeksi. Perabaan dilakukan dengan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) atau dengan telapak tangan.
Yang perlu dinilai adalah :
• Lebar impuls iktus kordis
• Kekuatan angkatnya
Normal lebar iktus kordis tidak melebihi 2 jari. Selain itu perlu pula dirasakan (dengan telapak tangan) :
• Bising jantung yang keras (thrill)
• Apakah bising sistolik atau diastolic
• Bunyi murmur
•Friction rub (gesekan pericardium dengan pleura)
 Iktus kordis yang kuat dan melebar tanda dari pembesaran/hipertropi otot  jantung akibat latihan/atlit, hipertensi, hipertiroid atau kelainan katup jantung.

PERKUSI

Dengan posisi pasien tetap berbaring/terlentang kita lakukan pemeriksaan perkusi. Tujuannya adalah untuk menentukan batas jantung (batas atas kanan kiri). Teknik perkusi menuntut penguasaan teknik dan pengalaman, diperlukan keterampilan khusus. Pemeriksa harus mengetahui tentang apa yang disebut sonor, redup dan timpani.

AUSKULTASI

Pemeriksaan auskultasi untuk menentukan denyut jantung, irama jantung, bunyi jantung, murmur dan gesekan (rub). Bunyi jantung perlu dinilai kualitas dan frekuensinya. Bunyi jantung merupakan refleksi dari membuka dan menutupnya katup dan terdengar di titik spesifik dari dinding dada.
Bunyi jantung I (S1) dihasilkan oleh penutupan katup atrioventrikuler (mitral dan trikuspidalis).
Bunyi jantung II (S2) disebabkan oleh penutupan katup semilunar (aorta dan pulmonal).
Bunyi jantung III (S3) merupakan pantulan vibrasi ventrikuler dihasilkan oleh pengisian ventrikel ketika diastole dan mengikuti S2.
Bunyi jantung IV (S4) disebabkan oleh tahanan untuk mengisi ventrikel pada diastole yang lambat karena meningkatnya tekanan diastole ventrikel atau lemahnya penggelembungan ventrikel.
Bunyi bising jantung disebabkan oleh pembukaan dan penutupan katup jantung yang tidak sempurna. Yang perlu diperhatikan pada setiap bising jantung adalah :
• Apakah bising sistolik atau diastolic atau kedua-duanya.
• Kenyaringan (keras-lemah) bising.
• Lokasi bising (yang maksimal).
• Penyebaran bising.
Adapun derajat kenyaringan bising jantung dipengaruhi oleh :
• Kecepatan aliran darah yang melalui katup.
• Derajat kelainan/gangguan katup.
• Tebal tipisnya dinding toraks.
• Ada tidaknya emfisema paru.

Tingkat kenyaringan bising jantung meliputi :
• Tingkat I : sangat lemah, terdengar pada ruangan amat sunyi.
• Tingkat II : lemah, dapat didengar dengan ketelitian.
• Tingkat III : nyaring, segera dapat terdengar/mudah didengar.
• Tingkat IV : amat nyaring tanpa thrill.
• Tingkat V : amat nyaring dengan thrill (getaran teraba)
• Tingkat VI : dapat didengar tanpa stetoskop.

Murmur adalah bunyi hasil vibrasi dalam jantung dan pembuluh darah besar disebabkan oleh bertambahnya turbulensi aliran. Pada murmur dapat ditentukan :
• Lokasi : daerah tertentu/menyebar
• Waktu : setiap saat, ketika sistolik/diastolic.
• Intensitas :
Tingkat 1 : sangat redup.
Tingkat 2 : redup
Tingkat 3 : agak keras
Tingkat 4 : keras
Tingkat 5 : sangat keras
Tingkat 6 : kemungkinan paling keras.
• Puncak : kecepatan aliran darah melalui katup dapat berupa rendah, medium dan tinggi.
• Kualitas : mengalir, bersiul, keras/kasar, musical, gaduh atau serak.

Gesekan (rub) adalah bunyi yang dihasilkan oleh parietal dan visceral oleh perikarditis. Bunyi kasar, intensitas, durasi dan lokasi tergantung posisi klien.



PEMBULUH DARAH
INSPEKSI
Pada pemeriksaan ini untuk mengobservasi warna, ukuran dan sirkulasi perifer.

PALPASI
Untuk mengetahui suhu, edema dan denyutan. Pemeriksa dapat menekan tempat tersebut dengan ketentuan :
+ 1 = cekung sedikit yang cepat hilang.
+ 2 = cekung menghilang dalam waktu 10-15 detik.
+ 3 = cekung dalam yang menghilang dalam waktu 1-2 menit.
+ 4 = bebas cekungan hilang dalam waktu 5 menit atau lebih.

AUSKULTASI
Pada pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendengar bunyi arteri.










BAB III
 PENUTUP
A.                KESIMPULAN
1.         Sistem kardiovaskuler sangatlah penting dalam kehidupan manusia yang tidak akan pernah bisa lepas dari sistem ini walaupun hanya beberapa detik saja.
2.         Sistem kardiovaskuler berfungsi untuk menjaga mempertahankan kualitas dan kuantitas dari cairan yang ada di dalam tubuh agar tetap dalam keadaan homeostatis.
3.         Sistem kardiovaskuler disusun atas jantung, pembuluh darah, serta darah.
4.         Pada sistem kardiovaskuler terjadi dua mekanisme utama yeng terjadi di dalam jantung yaitu sistole dan diastole.
5.         Pengukuran sistole, diastole, serta frekuensi nadi dapat diukur.
6.         Penting sekali menjaga tekanan sistole, diastole dan frekuensi nadi agar .
7.         tetap dalam keadaan normal agar tidak terjadi keabnormalan peredaran darah.
8.         Homeostatis akan tercapai bila sistem kardiovaskuler pun normal.

B.                 SARAN
1.         Kita perlu menjaga sistem kardiovaskuler agar tetap bekerja secara normal supaya kehidupan tetap berlangsung dan tercapai homeostatis.
2.         Perlu pemeriksaan rutin untuk mengetahui organ-organ dalam sistem kardiovaskuler ini dalam keadaan baik-baik saja Mengingat pentingnya siste kardiovaskuler, maka konsumsilah makanan yang sehat untuk jantung.
3.         Perlu penelitian atau pembuatan laporan selanjutnya untuk lebih memahami secara detail mengenai sistem kardiovaskuler serta hubungannya dengan tercapainya homeostatis.







DAFTAR PUSTAKA


Anonim.(2009). Premedical Science In Homeostatic Setting. Surakarta : UMS
    

Akbari C, LoGerfo F. (1999) :  Diabetes and peripheral vascular disease, I Vasc Surg 30:373
          384,
         

Cotran, R. (2008). Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC


Guyton, A. (1997).Buku ajar Fisiologi Kedokteran. In : Textbook of Medical
         Physiology, 9th Ed. Jakarta : EGC


Pearce, E. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis,26th Ed. Jakarta : Gramedia


Price, S. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, 6th Ed Vol 1. Jakarta :
         EGC.


Sherwood, L.( 2001). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.2nd ed. Jakarta : EGC